Gayo Lues, 14 Agustus 2024 — PT. Kencana Hijau Bina Lestari (KHBL) memberikan klarifikasi terkait isu menurunnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari getah pinus di Kabupaten Gayo Lues yang belakangan ini menjadi sorotan publik. Klarifikasi tersebut disampaikan oleh Beben Suhartono, Operasional Manager PT. KHBL, dalam sebuah press release yang dirilis pada Rabu, 14 Agustus 2024, di Desa Pinang Rugup, Kecamatan Rikit Gaib, Kabupaten Gayo Lues.
Dalam pernyataannya, Beben menegaskan bahwa PT. KHBL masih menjalankan operasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku, terutama dalam konteks izin dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK), termasuk getah pinus. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan Surat Edaran (SE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 5 Tahun 2023 serta Surat Keputusan (SK) KLHK Nomor 755 dan 756, PT. KHBL tetap dapat beroperasi menggunakan Perjanjian Kerjasama (PKS) hingga izin Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan (PBPH) resmi diterbitkan.
“Kami mengikuti semua ketentuan yang ada, termasuk kewajiban membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang sudah ditetapkan sebagai acuan resmi pembayaran Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK),” kata Beben Suhartono.
Namun, Beben menyoroti bahwa ada kesalahpahaman di lapangan terkait pungutan PAD atas pemanfaatan getah pinus. “Dasar hukum untuk pungutan PAD dari getah pinus tidak secara eksplisit diatur dalam peraturan atau undang-undang yang ada. Bahkan, pengenaan PAD ganda pada satu komoditas yang sama tidak dibenarkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022,” tegasnya.
Daerah baik propinsi maupun Kabupaten dapat menerima manfaat dari DBH ( Dana Bagi Hasil ) dari PNBP yang disetorkan sesuai dengan pembagian yang telah diatur dalam UU nomor 1 Tahun 2022, selagi mekanisme pembayarannya sudah di buka oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui system SIPUHH.
Ia juga menjelaskan bahwa pemanfaatan getah pinus yang dilakukan oleh PT. KHBL hanya dikenakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan mekanisme kerja sama antara Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan PBPH. Menurutnya, jika dikenakan lagi PAD, hal itu akan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menjamin setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
“Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa pengenaan pajak ganda tidak diizinkan oleh UU. Bahkan, Indonesia menerapkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Internasional. Jadi, tidak mungkin kami dikenakan pajak ganda di negeri kita sendiri,” ujar Beben.
Press release ini dirilis untuk menjawab pertanyaan dari berbagai pihak serta untuk meluruskan isu yang berkembang di masyarakat. Beben berharap bahwa penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dan mengakhiri spekulasi yang tidak berdasar terkait kontribusi PAD dari getah pinus.
*Kontak Media:*
PT. Kencana Hijau Bina Lestari (KHBL)